Pendidikan Karakter untuk Anak Usia Dini menurut Q.S Lukman 13-19: Resume
Daftar isi
Kata Pengantar dan Ucapan Terima Kasih
..................................................................
|
2
|
Daftar Isi ......................................................................................................................
|
3
|
Bab 1:
Pendahuluan
.....................................................................................................
|
4
|
A. Identitas
Artikel yang
Dilaporkan.....................................................................
|
4
|
B. Pertanyaan
yang
Diajukan.................................................................................
|
4
|
C. Esensi
Artikel yang Dilaporkan .......................................................................
|
5
|
Bab 2: Deskripsi Isi Artikel
|
6
|
Bab 3:
Pembahasan.......................................................................................................
|
10
|
Lampiran......................................................................................................................
|
15
|
Daftar
Pustaka...............................................................................................................
|
16
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Identitas Artikel yang Dilaporkan
Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat dalam perkuliahan mata kuliah Landasan
Pedagogik. Makalah ini bertujuan untuk mengulas sebuah jurnal pedagogi yang
berjudul “Pendidikan Karakter untuk Anak Usia Dini menurut Q.S Lukman 13-19”
dan disusun oleh Elfan
Fanhas F Kh dan Gina Nurazizah Mukhlis yang dipublikasikan di jurnal Pedagogi: Jurnal Anak Usia Dini
dan Pendidikan Anak Usia Dini Volume 3 Nomor 3a pada bulan Desember 2017.
Jurnal ini terdiri
dari empat komponen yaitu pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan,
dan simpulan. Pada komponen pendahuluan, penulis menyebutkan latar belakang
penyusunan jurnal ini yaitu menyusutnya nilai – nilai agama dan moral yang
terjadi di lingkungan masyarakat. Sebagai penyelesaian, penulis mengusulkan
nilai – nilai dan moral dalam islam untuk kembali diterapkan. Secara spesifik, jurnal ini membahas salah
satu surah dalam Al-Quran. Karena Al-Quran merupakan kitab suci yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw, maka metode yang digunakan dalam jurnal ini adalah metode bayani melalui tahapan identifikasi atas
penafsiran agar hasil identifikasi
yang diperoleh tidak salah dan mengarah ke dosa. Pada bagian hasil, beberapa sifat yang disebutkan
dalam Q.S Lukman 13-19 sangat sesuai untuk diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari serupa seperti yang telah Lukman terapkan pada anak-anaknya. Hal
ini menunjukkan bahwa nilai-nilai dan norma yang ada pada Al-Quran bersifat
global, efektif, dan aplikatif.
B.
Pertanyaan yang Diajukan
Jurnal ini bertujuan
untuk mengkaji konsep pendidikan karakter pada anak usia dini yang berlandaskan
pada ajaran islam khususnya yang tertera pada Q.S Lukman 13-19. Pertanyaan yang
diajukan adalah nilai-nilai dan moral apa saja yang terdapat pada Q.S Lukman
13-19 yang seharusnya diterapkan oleh orang tua dalam mendidik anak usia dini
guna mengatasi dan menanggulangi penyusutan akhlak dalam kehidupan saat ini?
C. Esensi isi Artikel yang Dilaporkan
Seiring perkembangan zaman, pendidikan di
Indonesia diadaptasi dari negara barat. Sehingga, pendidikan yang berdasarkan
pada agama sedikit menyusut. Padahal, ajaran agama sangat menekankan pada
perilaku dan karakter sebagaimana yang dibutuhkan oleh generasi masa kini.
Jurnal ini secara spesifik membahas tentang tafsir nilai dan moral yang
terkandung dalam Q.S. Lukman 13-19. Kandungan tersebut diharapkan mampu
diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari melalui pendidikan yang diberikan oleh
khususnya kedua orang tua di lingkungan rumah kepada anak-anak usia dini.
Berdasarkan hasil tafsir, nilai dan moral yang terkandung pada Q.S. Lukman
13-19 adalah beriman kepada Allah swt, mengasihi dan patuh kepada kedua orang
tua, senantiasa memanjatkan syukur kepada Allah swt, kritis, bersemangat dalam
menuntut ilmu, bertanggung jawab, optimis, disiplin dan bersungguh-sungguh
dalam beribadah, jujur, membela kebenaran, sabar, tawakal, tenggang rasa,
tolong-menolong, sederhana, jujur, adil, dan sopan santun dalam berbicara.
BAB II
DESKRIPSI ISI ARTIKEL
Artikel ini
bertujuan untuk mengkaji kandungan nilai dan moral pada Q.S Lukman 13-19 yang
harus diajarkan oleh orang tua kepada anak sejak usia dini. Walaupun Lukman
bukan seorang nabi, namun keteguhan imannya dapat dijadikan rujukan khususnya
dalam mendidik akhlak anak. Ia pula mendidik anaknya yang belum beriman kepada
Allah swt dengan penuh ksih sayang dan kelembutan hingga akhirnya ia luluh dan
beriman. Terdapat tujuh ayat yang akan diidentifikasi.
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar".
Pada ayat 13
diatas, Allah swt mengingatkan Nabi Muhammad dan umatnya tentang bagaimana
Lukman mendidik dan menanamkan nilai-nilai religius pada anak-anaknya. Ia
menganjurkan agar anak-anaknya agar hanya menyembah satu Tuhan yaitu Allah swt.
Disini jelas terlihat bahwa nilai yang terkandung adalah beriman kepada Allah
swt semata dan tidak berbuat syirik. Allah swt sangat membenci perbuatan itu
dan dikategorikan sebagai dosa yang sangat berat. Selain itu, perbuatan syirik
dapat menghilangkan iman kita sehingga kita akan jauh dari Allah. Penting
sekali bagi seorang anak untuk mengetahui siapa sang khalik yang pantas untuk
disembah.
Artinya: Dan
Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Ayat 14
menerangkan bahwa mengasihi dan patuh kepada kedua orang tua. Orang tua
sangatlah berjasa kepada kita khususnya ibu. Bahkan, nabi Muhammad menyebutkan
ibu sebanyak tiga kali untuk dikasihi. Pengulangan tiga kali tersebut mengacu
kepada mengandung, melahirkan, dan membesarkan. Sedangkan ayah ialah pendidik
yang mengajarkan ketegasan dan tulang punggung yang mencari nafkah untuk
keluarga. Maka, sudah seoatutnya seorang anak untuk senantiasa memanjatkan
syukur kepada Allah swt atas limpahan rahmatnya yaitu memiliki kedua orang tua
yang sangat menyayangi mereka.
Artinya: Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Pada ayat
sebelumnya, kita diperintahkan untuk menyayangi dan menghormati kedua orang
tua. Namun, apabila mereka tidak menjalankan kaidah islam, maka anak tidak
boleh mengikutinya. Oleh sebab itu, sifat kritis dangat diperlukan agar dapat
membedakan mana yang baik dan benar. Nilai ini mengingatkan kepada zaman nabi
Muhammad saw sebelum menjadi rasul yaitu ketika ia kurang sesuai dengan apa
kejahilan yang terjadi disekelilingnya. Sehingga, ia memilih untuk tidak
mengikuti mereka dan berpegang teguh pada apa yang ia yakini baik. Nilai yang
kedua adalah bersemangat dalam menuntut ilmu karena ilmu bersifat terus-menerus
selama hayat masih dikandung badan.
Artinya: (Luqman berkata): "Hai
anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada
dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.
Seorang anak harus
diajarkan untuk memiliki sifat bertanggung jawab atas apa yang ia kerjakan.
Apabila itu baik, maka akan berbalas hal baik pula dan sebaliknya. Ia juga
harus optimis. Dalam kata lain, memiliki keyakinan bahwa balasan Allah swt itu
nyata. Berdasarkan sifat Allah swt yang Maha Mengetahui, diharapkan pula akan
timbul sifat kehati-hatian pada diri anak. Sehingga ia akan menghindari
perbuatan yang tercela.
Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar
dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Pada ayat ke 17
diatas, Lukman menganjurkan anaknya agar disiplin dan bersungguh-sungguh dalam
beribadah. Ibadah tidak hanya sekedar dijalankan tetapi juga diniatkan dengan
sebaik-baiknya mengukuti kaidah yang telah diajarkan. Sholah, secara khusus
diaggap sah apabila telah berniat dalam hati, benar dalam gerakan dan
pelafalannya, dan teratur. Nilai yang kedua adalah jujur dalam menyampaikan
sesuatu walaupun terkadang itu pahit dan membela kebenaran walaupun ia sedang
didalam keadaan yang sulit. Sabar dan tawakal wajib dimiliki setiap anak agar
ia semakin dekat dengan Allah swt ketika dalam kesulitan.
Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.
Tidak hanya dalam
agama, dalam kehidupan sehari-hari kita diwajibkan untuk saling tenggang rasa
karena khususnya kita hidup di Indonesia yang beraneka ragam budaya. Sebagai
mahluk sosial, kita tidak dapat bersikap individualis dengan mengabaikan orang
lain yang memerlukan bantuan. Oleh sebab itu, anak harus diajarkan untuk saling
tolong-menolong karena manfaat yang akan dirasakan sangat besar. Manusia dimata
Allah swt adalah sama dan setara, yang membedakan adalah tingkat keimananya.
Sehingga, tidak patut bagi kita untuk berbangga diri dan congkak. Apabila anak
sudah berbuat baik, maka yang orang tua harus ajarkan ia untuk rendah hati dan
tidak menyombongkan kebaikan yang telah ia lakukan.
Artinya: Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Ayat terakhir yaitu
ayat 19 menganjarkan bahwa seorang anak harus dibiasakan dengan kehidupan yang
sederhana dan tidak menghambur-hamburkan untuk hal yang tidak bermanfaat.
Berkaca dari kondisi yang terjadi pada anak zaman sekarang, mereka kurang memiliki
sopan santun dalam bertutur kata. Maka ayat ini juga menganjurkan orang tua
tentang pentingnya mmengetahui tata krama dalam berkomunikasi yang baik
khususnya dengan orang yang lebih tua. Dalam berjalan, adab yang berlaku di
Indonesia ialah menundukkan badan apabila melintas di depan orang yang lebih
tua dan mengatakan permisi. Bahkan, ayat ini menunjukkan bahwa buruk sekali
bagi mereka yang tidak berbicara dan bertingkah laku sesuai adabnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi seputar
akhlak dan karakter yang harus dimiliki oleh seorang anak sejak usia dini.
Merujuk pada ajaran islam yang diambil dari Q.S
Lukman 13-19, Lukman Al-Hakim, seorang yang mulia memberikan contoh yang
nyata tentang akhlak yang harus orang tua ajarkan kepada anak-anaknya.
Sejatinya, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Hal ini tidak berasal dari
genetik melainkan bagaimana pendidikan keluarga membentuk karakter dan akhlak
seorang anak. Menurut Prasetyo (2011), keluarga yang menjadi lingkungan utama
dimana seorang anak lahir, tumbuh, dan dibesarkan, harus memaksimalkan
pendidikan karakter ini sehingga anak tersebut dapat tumbuh dengan akhlak
terpuji yang berpegang pada nilai-nilai islam atau disebut akhlakul karimah (Yusuf, 2013; Sari,
2017; Hakim, 2014; Putri, 2016) .
Apabila seorang anak sudah beriman dan bertakwa kepada Allah swt, maka
didalam hatinya akan senatiasa diliputi ketakutan untuk berbuat dosa. Yusuf
(2013) menyimpulkan
bahwasanya pendidikan karakter anak berperan vital dan menjadi tanggung jawab
orang tua.
Kegagalan dalam mendidik dan menumbuh kembangkan akhlak anak
pada usia dini dapat berakibat fatal pada masa depan anak (Putri, 2016) . Munculnya
pendidikan berbasis karakter di Indonesia disebabkan oleh maraknya perilaku
menyimpang seperti korupsi (Hakim,
2014; Yusuf, 2013) ,
sehingga penerapan nilai-nilai melalui agama dimunculkan sebagai fondasi
pembentukan karakter yang baik. Bahkan, beberapa sekolah dan daerah telah
mewajibkan peserta didiknya untuk menguasai minimalnya membaca dan menulis
Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab suci yang telah disempurnakan disebutkan oleh
Hakim (2014) bahwa ini memiliki empat keistimewaan diantaranya kalamullah,
tilawah, tadabbur, dan hafalan. Selain itu, Putri (2016) menyebutkan bahwa
penting dan bermanfaat sekali apabila pengajaran di sekolah menyatupadukan
akidah, ibadah, dan akhlak. Intinya, apabila seorang anak mempelajari Al-Quran
secara mendalam dan sebaik-baiknya maka ia akan termotivasi untuk
mengamalkannya dalam bentuk perbuatan baik. Hal ini berbanding lurus dengan yang disampaikan
oleh Yusuf (2013) bahwasanya surah ini
memberikan gambaran bahwa syukur adalah tujuan utama pendidikan karena akan
mendatangkan kedamaian setiap kali beribadah.
Berikut
adalah analisis penulis tentang artikel yang mengulas akhlak pada Q.S Lukman
ayat 13-19. Pada Q.S Lukman 13, Al-Maragi (1993)
mengemukakan bahwa Tuhan itu satu yaitu Allah swt. Ia pula menyebutkan
bahwasanya syirik atau mempersekutukan Allah swt adalah dosa yang sangat berat.
Bentuk fisik Allah tidak dapat digambarkan dengan apapun dan oleh siapapun.
Bahkan baanyak sekali manusia yang menyembah Tuhan yang wujudnya dibuat oleh
manusia itu sendiri. Hal ini seolah-olah kita merendahkan Allah swt karena kita
yang membentuk dan membuat Tuhan kita sendiri lalu kita sembah. Ini adalah
perbuatan kaum jahiliyah sebelum masa nabi Muhammad saw. Bukankah beliau datang
sebagai pembawa kabar gembira dan sebagai peringatan bagi umat manusia? Oleh
sebab itu, penting sekali bagi seorang anak untuk diajarkan hakikat Allah swt
sehingga ia tidak akan salah mengerti tentang apa dan siapa Tuhannya. Hal ini merujuk pula pada Q.S Al-Baqarah 30
bahwasanya manusia adalah seorang khalifah dimuka bumi ini dan pada Q.S
Adz-Dzariat 56 ialah untuk beribadah kepada Allah swt.
Ayat 14 menerangkan bahwa mengasihi
dan patuh kepada kedua orang tua. Tanpa mereka, kita tidak akan ada di dunia.
Orang tua sangatlah berjasa kepada kita khususnya ibu. Bahkan, nabi Muhammad
menyebutkan ibu sebanyak tiga kali untuk dikasihi. Pengulangan tiga kali
tersebut mengacu kepada mengandung, melahirkan, dan menyusuinya selama dua
tahun. Sedangkan ayah ialah pendidik yang mengajarkan ketegasan dan tulang
punggung yang mencari nafkah untuk keluarga. Maka, sudah sepatutnya seorang
anak untuk senantiasa memanjatkan syukur kepada Allah swt atas limpahan
rahmatnya yaitu memiliki kedua orang tua yang sangat menyayanginya. Selain itu,
anak tersebut harus berbuat baik kepada kedua orang tuanya sebagai tanda terima
kasih atas kebaikan mereka. Hal ini dijelaskan pula oleh Shihab (2002) bahwa kedua orang tua adalah
sebuah anugerah bagi seorang anak. Apabila seumur hdupnya digunakan dengan
sebaik-baiknya untuk membalas jasa kedua orang tuanya, maka hal itu belumlah
cukup karena terlalu besar perjuangan dan pengorbanan orang tua bagi anaknya.
Kembali menilik dari keadaaan sekitar, banyak sekali anak yang melupakan kedua
orang tuanya ketika ia sudah memiliki keluarga sendiri bahkan tak jarang
menelantarkan mereka. Oleh sebab itu, melalui ayat ini, seorang anak harus
menghargai, merawat, dan mengasihi kedua orang tuanya sebagai bentuk syukur
atas bentuk balas budi.
Pada ayat 15, perintah untuk
menyayangi dan menghormati kedua orang tua disebutkan secara eksplisit. Namun,
apabila mereka tidak menjalankan kaidah islam, maka anak tidak boleh
mengikutinya. Oleh sebab itu, sifat kritis dangat diperlukan agar dapat
membedakan mana yang baik dan benar. Seorang
anak yang kritis akan mempertanyakan hakikat Tuhan. Siapa itu Allah swt?
Bagaimana wujudnya? Dimana Ia? Dalam kehidupan sehari-hari, sifat kritis akan
menuntun anak untuk mencari kebenaran. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Hamied & Kurniawan (2017). Ia tidak akan
langsung percaya pada apa yang ada dihadapannya sehingga ia akan mencari lebih
dalam dan memikirkan lebih rinci dengan melibatkan logika. Nilai ini
mengingatkan kepada zaman nabi Muhammad saw sebelum menjadi rasul yaitu ketika
ia kurang sesuai dengan apa kejahilan yang terjadi disekelilingnya. Sehingga,
ia memilih untuk tidak mengikuti mereka dan berpegang teguh pada apa yang ia
yakini baik. Nilai yang kedua adalah bersemangat dalam menuntut ilmu karena
ilmu bersifat terus-menerus selama hayat masih dikandung badan. Hal yang harus
dilakukan seorang anak ialah mengajak kedua oang tuanya kembali ke jalan yang
benar. Apabila mereka masih tetap pada kemungkaran, maka kita tidak boleh
memusuhi mereka melainkan tetap menghormati, mengasihi, dan menyayangi mereka (Shihab, 2002) .
Ash-Shabuny (2002a) menerangkan bahwa pada ayat16 ini, seorang anak harus diajarkan
untuk memiliki sifat bertanggung jawab, optimis, hati-hati, dan ketakutan
kepada murka Allah swt. Ia harus bertanggung jawab atas apa yang ia kerjakan.
Apabila itu baik, maka akan berbalas hal baik pula dan sebaliknya. Ia juga
harus optimis. Dalam kata lain, memiliki keyakinan bahwa balasan Allah swt itu
nyata. Berdasarkan sifat Allah swt yang Maha Mengetahui, diharapkan pula akan
timbul sifat kehati-hatian pada diri anak. Sehingga ia akan menghindari perbuatan
yang tercela. Oleh sebab itu, akan selalu timbul perasaan takut dalam dirinya
apabila ia melakukan kesalahan atau dosa dan tidak langsung bertaubat. Itu
semua karena kesadarannya atas sifat Allah swt yang Maha Mengetahui.
Pada ayat ke 17
dalam Q.S Lukman, Lukman menganjurkan anaknya agar tepat waktu dalam beribadah.
Hal ini berhubungan dengan anak-anak dan remaja yang seringkali menunda salat
dan mendahulukan urusan duniawi seperti bermain games. Pentingnya kedisiplinan
dalam beribadah harus ditekankan sejak usia dini karena salat adalah rukum
islam yang kedua dan menjadi media berkomunikasi dengan Sang Pencipta. Sari (2017) mengungkapkan bahwa akhlak akan terbentuk apabila
diajarkan sebagai sebuah kebiasaan. Oleh sebab itu, apabila kebiasaan itu tidak
dilaksanakan pada suatu waktu sebagaimana biasanya, maka akan timbul
kegelisahan. Bersungguh-sungguh dalam beribadah adalah poin kedua pada
ayat ini. Ibadah tidak hanya sekedar dijalankan tetapi juga diniatkan dengan
sebaik-baiknya dengan mengukuti kaidah yang telah diajarkan. Salat, secara
khusus diaggap sah apabila telah berniat dalam hati, benar dalam gerakan dan
pelafalannya, dan teratur. Sabiq (1990)
juga menjelaskan bahwa peranan orang tua disini bukanlah menyuruh melainkan
menunjukkan sehingga anak akan terbiasa dengan apa yang ia lihat. Sejatinya,
apa yang anak-anak lakukan ialah hasil meniru kedua orang tuanya. Nilai yang
ketiga adalah jujur dalam menyampaikan sesuatu walaupun terkadang itu pahit dan
membela kebenaran walaupun ia sedang didalam keadaan yang sulit. Sabar dan
tawakal wajib dimiliki setiap anak agar ia semakin dekat dengan Allah swt
ketika dalam kesulitan.
Pada ayat 18,
tenggang rasa tidak hanya kita jumpai dalam ajaran agama tetapi juga dalam
kehidupan sehari-hari karena kita hidup di Indonesia yang lingkungan beraneka
ragam budaya. Penting sekali memiliki wawasan berbudaya dan menghargai
perbedaan. Tengga rasa juga akan menghindarkan anak untuk melakukan
perundungan. Misalnya apabila sebuah keluarga etnis Tionghoa yang tinggal di
pemukiman penduduk non-Tionghoa, terkadang anak dari keluarga Tionghoa
mengalami perundungan dikarenaan perbedaan agama, fisik, dll. Apabila anak
sudah tertanamkan karakter ini, maka ia tidak akan menganggap hal ini sebagai
sebuah perbedaan yang mengarah pada hal negatif seperti perundungan. Selain
itu, sebagai mahluk sosial, ayat ini menyeru kita untuk tidak bersikap
individualis dengan mengabaikan orang lain yang memerlukan bantuan. Oleh sebab
itu, anak harus diajarkan karakter kedua yaitu untuk saling tolong-menolong
karena manfaat yang akan dirasakan sangat besar. Manusia dimata Allah swt
adalah sama dan setara, yang membedakan adalah tingkat keimananya. Sehingga,
tidak patut bagi kita untuk berbangga diri dan congkak. Apabila anak sudah
berbuat baik, maka yang orang tua harus ajarkan ia untuk rendah hati dan tidak
menyombongkan kebaikan yang telah ia lakukan. Pujian dapat diberikan agar ia
lebih termotivasi untuk berbuat kebaikan.
Ayat ke-19
mengajarkan bahwa seorang anak harus dibiasakan dengan kehidupan yang sederhana
dan tidak menghambur-hamburkan untuk hal yang tidak bermanfaat. Nilai yang
selanjutnya adalah sopan santun dalam berkomunikasi dan adab berjalan. Berkaca
dari kondisi yang terjadi pada anak zaman sekarang, mereka kurang memiliki
sopan santun dalam bertutur kata. Maka ayat ini juga menganjurkan anak tentang
pentingnya mengetahui tata krama dalam berkomunikasi yang baik khususnya dengan
orang yang lebih tua. Suara yang lemah lebut dan dengan nada rendah serta tutur
bahasa dan diksi yang baik akan terdengar indah. Dalam berjalan, adab yang
berlaku di Indonesia ialah menundukkan badan apabila melintas di depan orang
yang lebih tua dan mengatakan permisi. Selain itu, kita tidak boleh berjalan
sembari berlari. Bahkan, ayat ini menunjukkan bahwa buruk sekali bagi mereka
yang tidak berbicara dan bertingkah laku sesuai adabnya layaknya suara keledai.
LAMPIRAN
Artikel Jurnal Pedagogik
Terlampir (klik disini)
REFERENSI
Al-Maragi, A. M. (1993). Tafsir
Al-Maragi. semarang: CV Toha putra.
Ash-Shabuny, M. A. (2002a). Cahaya Al-Quran. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.
Hakim, R. (2014). Pembentukan karakter peserta didik melalui pendidikan
berbasih Al-Quran. Jurnal Pendidikan Karakter, 4(2), 123-136.
Hamied, F. A., & Kurniawan, E. (2017). Filsafat ilmu. Rujukan bagi
para cendekiawan. Bandung.
Kh, E. F., & Mukhlis, G. N. (2017). Pendidikan karakter untuk anak
usia dini menurut Q.S Lukman: 13-19. Pedagogi: Jurnal Anak Usia Dini dan
Pendidikan Anak Usia Dini, 3(3a), 42-51.
Prasetyo, N. (2011). Membangun karakter anak usia dini. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional.
Putri, H. (2016). Konsep pendidikan anak usia dini dalam perspektif islam.
Jurnal Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 1(14), 215-234.
Sabiq, S. (1990). Fiqh Sunnah. Bandung : Al-Ma’arif.
Sari, D. P. (2017). Pnedidikan karakter berbasis Al-Quran. Islamic
Counseling, 1(1), 1-24.
Shihab, M. Q. (2002). Tafsir al-misbah. Pesan, kesan, dan keserasian
Al-Quran. Jakarta: Lentera Hati.
Yusuf, M. (2013). Membentuk karakter melalui pendidikan berbasis nilai. Journal
Al-Ulum, 13(1), 1-24.
Comments
Post a Comment