Contoh Resume Perkuliahan Landasan Pedagogik
Pendidikan
merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik untuk membantu peserta didik
mencapai kedewasaan. Hal ini berkaitan dengan pembentukan karakter siswa.
Bagaimana guru mengarahkan siswa untuk memiliki kepribadian yang baik dengan
memberikan contoh. Singkatnya, guru mejadi role
model bagi peserta didik. Oleh sebab itu guru disebut sebagai pendidik.
Selain itu, guru juga memberikan atau mentransfer pengetahuan kepada siswa dan
disebut sebagai pengajar. Oleh sebab itu, guru harus melakukan tiga tahap dalam
pendidikan yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dengan melakukan ketiga
tahap tersebut, maka kegiatan pendidikan dilakukan secara sadar dan terencana. Salah
satu syarat menjadi pendidik ialah dewasa namun hal ini tidak semata-mata
dinilai dari segi usia melainkan kematangan mental. Semakin dewasa pendidik,
maka akan semakin bijak ia menghadapi peserta didik dan dalam mengambil
keputusan.
Mata
kuliah landasan pedagogik merupakan mata kuliah yang berperan vital dalam
membantu para calon pendidik memahami berbagai aspek pedagogik. Dengan
mempelajari landasan pedagogik, maka guru akan memiliki fondasi dalam mendidik
peserta didik tentang apa yang sebaiknya harus dilakukan dan tidak boleh
dilakukan. Berikut adalah ringkasan dari 11 materi dalam perkuliahan Landasan
Pedagogik.
Pada
materi pertama yaitu pedagogik sebagai ilmu pengetahuan yang meliputi landasan
ontologi, epistemologi, aksiologi, dan cabang-cabang pedagogik. Inti dari
landasan ontologi ialah “apa”. Objek apa yang dikaji oleh pedagogik? Bagaimana
wujud dari objek tersebut? Apa hubungan antara objek tersebut dengan daya pikir
manusia? Karena materi ini berlandaskan pada filsafat, maka ini menekankan pada
rasionalitas atau kelogisan proses berpikir, komprehensif atau dapat dipahami
dengan mengambil dari berbagai sudut pandang, radikal atau membahas suatu objek
atau fenomena hingga tuntas, dan universal atau dterima oleh masyarakat. Dalam
landasan epistemologi, maka yang ditekankan adalah cara. Bagaimana kita
memperoleh suatu pengetahuan? Secara umum, epistemologi terbagi menjadi
rasionalisme yang menekankan pengetahuan dari pemikiran dan empirisme yang
berdasarkan pada pengalaman setiap orang. Yang terakhir adalah aksiologi yang
mengkaji tujuan dan manfaat suatu pengetahuan melalui etika dan estetika. Dalam
etika, nilai dan moral yang dibahas sedangkan keindahan dibahas pada bidang
estetika. Jadi, dapat disimpulkan bahwa filsafat berperan penting dalam
pedagogik untuk mengkaji hal-hal yang mendalam.
Materi
kedua adalah hakikat manusia sebagai asumsi pendidikan dengan mengkaji beberapa
pandangan filsafat terhadap hakikat manusia dan pendidikan (Idealisme,
Realisme, Pragmatisme, Eksistensialisme, dan Pancasila) serta implikasinya. Dalam
filsafat idealis, anak dianggap sebagai bagian dari alam spiritual yang
memiliki pembawaan spiritual sesuai pontensinya. Disini, anak harus dipandang
sebagai tujuan pendidikan, bukan alat pendidikan. Oleh sebab itu, mereka harus
dilatih untuk berhubungan dengan alam bawah sadarnya. Selain itu, pendidikan
memiliki peran vital sebagai institusi untuk pemasyarakatan manusia sehingga
kebutuhan spiritualnya bisa tercukupi. Dalam paham ini, guru merupakan
spesialis ilmu pengetahuan yang menjadi sumber belajar siswa, ahli dalam
mengajar, contoh yang baik bagi anak didik, teman atau pendamping anak didik,
motivator, panutan, dll. Guru yang menganut paham ini biasanya mnggunakan
kurikulum subject-matter dimana ide
dan konsep saling terikat satu sama lain. Pengajaran yang diterapkan pula lebih
mengacu ada pengalaman dimana siswa diajarkan untuk terjun langsung atau ikut
andil. Selain itu, metode dialektif juga menjadi bagian dari paham ini. Yaitu
metode penuturan serta analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa
yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti
kecakapan untuk menyampaikan pendapat atau berargumen (Hamied dan Kurniawan,
2017). Berdasarakan
filsafat realisme, pengetahuan manusia adalah gambaran yang baik dan tepat dari
kebenaran. Dalam pendidikan, paham ini menekankan pendidikan universal yang
wajib dan bermula dari tahap terendah. Oleh sebab itu, metode dan materi yang
digunakan harus seragam. Namun, kita sering menemui siswa yang mampu mancapai
tujuan dan yang belum mampu. Menanggapi hal ini, paham idealis berpendapat
bahwa harus tersedia lebih dari 1 pendidikan pada tingkat lanjut atau dewasa.
Materi pelajaran seharusnya mewadahi siswa bersadarkan minat dan bakat mereka.
Namun, inti dari paham ini adalah pemilihan bahan ajar yang tepat dan sesuai,
bukan pada minat dan bakatnya. Hal yang kurang dianggap positif ialah persepsi
tentang peserta didik yang dianggap tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan
apapun. Serta, mereka diajarkan dengan cara yang kurang efektif dengan tuntutan
kepatuhan. Landasan filsafat pragmatisme ialah
bahwa subjek didik bukanlah objek, melainkan subjek yang memiliki pengalaman.
Mereka individu yang berkembang melalui pengalaman (learning by doing), serta
memiliki kemapuan menyelesaikan malasah (problem solving). Kegiatan disekolah
merupakan bagian dari kehidupan bukan persiapan menghadapi kehidupan. Anak juga
dilatih untuk kooperatif atau berkelompok dengan sejawat. Mereka akan
dihadapkan pada masalah sehingga akan bekerjasama untuk mencari
penyelesaiannya. Guru hanya bertugas sebagai fasilitator. Model pembelajarannya
ialah memotivasi siswa dan berpikir logis. Kurikulum yang digunakan
menyesuaikan minat dan kemampuan siswa. Pancasila merupakan
pernyataan tantang jati diri bangsa. Dimana didalamnya terkandung 5 sila yang
dianut oleh bangsa Indonesia. Pendidikan berdasarkan filsafat pancasila mengajarkan
cinta pada tanah air dan berbudi luhur. Inti dari pancasila adalah bhineka
tunggal ika. Dalam pendidikan, diharapkan semua anak di nusantara memperoleh
pendidikan yang sama. Naum, pada kenyataannya, pendidikan masih berfokus di
kota dan belum empiris maupun kontekstual.
Materi ketiga ialah landasan psikologis pendidikan tentang perkembangan
peserta didik dan teori belajar serta implikasinya. Ini adalah materi yang
sangat vital bagi seorang pendidik yang akan membentuk karakter siswa.
Pengetahuan psikologis akan membantu kita untuk memetakan pada usia berapa anak
dapat menerima suatu nilai dan berpikir abstrak. Psikologi juga membantu
pendidik untuk mengenal karakter dan tingkah laku setiap peserta didik sehingga
pendidik dapat memperkirakan tindakan dan respons yang sesuai bagi siswa
tersebut. Apabila kita tidak memiliki wawasan atau kemampuan psikologi, maka
kegiatan belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik karena kita tidak
memahami karakter dan kebutuhan siswa. Manfaat lainnya dengan menguasai
psikologi ialah guru dapat membantu siswa untuk menggali potensi yang
dimilikinya sehingga ia dapat meraih prestasi.
Materi keempat ialah perspektif religi tentang
hakikat pendidikan yang meliputi hakikat manusia, tujuan pendidikan, kurikulum,
peranan pendidik, peranan peserta didik, dan penciptaan situasi pendidikan.
Dalam agama islam, manusia diciptakan sebagai hamba Allah swt dan sebagai
khalifah dimuka bumi. Oleh sebab itu, manusia harus menjalankan apa yang
dieprintahkan dan menjauhi larangannya. Lalu, manusia sebagai pemimpin dan
mengelola apa yang ada dibumi ini dengan sebaik-baiknya. Selain itu, manusia
tidak boleh membuat kerusakan. Yang ketiga adalah manusia sebagai mahluk sosial
yang hidup berdampingan dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, kita selalu
ditanamkan sifat tolong-menolong dan toleransi. Tujuan pendidikan dalam
perspektif religi serupa dengan tujuan sosial yaitu memperbaiki akhlak atau
karakter siswa. Jadi, tugas pendidik ialah untuk membimbing mereka untuk
menjadi lebih baik dan lebih dengan dengan Allah swt. Selain itu, kurikulum
dalam perspektif islam menjadikan Al-Quran dan Hadist sebagai pedoman untuk
pembimbingan akhlak dan karakter peserta didik. Lalu, apa yang diajarkan dalam
kurikulum harus bermanfaat atau dapat diimplementasikan dengan sebaik-baiknya
di kehidupan sehari-hari. Dalam
penciptaan situasi pendidikan, ada beberapa komponen yang harus diciptakan
seperti cinta kasih, kebahagiaan, transparansi, kesetaraan dan kesatuan.
Materi
kelima adalah perspektif historis,
sosiologis dan kultural tentang pendidikan. Dalam materi ini, kita
akan mengulas kembali tentang sistem pendidikan di Indonesia ditinjau dari
perspektif historis. Dimulai dari pendidikan tradisional pada jaman kerajaan
yang mengajarkan tentang agama seperti Islam, Hindu, Budha, dll. Setelah itu,
pendidikan berganti menjadi pendidikan kolonial barat karena dampak dari
penjajahan oleh Belanda selama 3,5 abad. Pda masa ini, pendidikan tidak terlalu
diterapkan karena penjajah tidak ingin rakyat Indonesia cerdas. Lalu berganti
pada masala penjajahan Jepang yang hanya seumur jagung dan menekankan pada
pendidikan militer. Setelah merdeka, beberapa tokoh nasional mulai merencakanan
dan merintis pendidikan mandiri bagi rakyat Indonesia yang menekankan pada
karakter dan budi pekerti. Pada perspektif sosiologis dan kultural, pendidikan
terletak pada sosialisasi antar masyarakat dan pembelajaran budaya sebagai
identitas bangsa.
Materi
keenam adalah tokoh-tokoh pendidikan dan pandangannya serta kontribusi terhadap
sistem pendidikan nasional Indonesia. Seringkali kita tidak mengetahui para
tokoh pendidikan di lingkup nasional dan internasiona. Materi ini menekankan
pentingnya kita mengenal sosok mereka dan hal-hal besar apa yang telah mereka
lakukan. Bahkan, walaupun itu adalah tokoh internasional, kita seringkali
merasakan manfaat dari kontribusi mereka. Dalam lingkup nasional yang utama
adalah Ki Hajar Dewantara. Ia tidak menekankan akademik atau kecerdasan atau
teori atau pelajar sebagai hal yang utama melainkan pendidikan karekter.
Pentingnya karekater sudah ia jelaskan dalam buku dan karya tulisnya. Sebuah
kutipan dari bukunya mengatakan bahwa sebuah negara akan maju apabila memiliki
rakyat berkarakter kuat. Yang kedua adalah R.A Kartini yang dengan beraninya
mengutarakan kesetaraan wanita atau emansipasi wanita. Manfaat yang kita dapat
sekarang sangatlah besar. Tanpa jasanya, tidak akan ada perempuan yang
mendapatkan pendidikan yang tinggi atau tidak ada perempuan yang kuliah hingga
S3 dan bahkan menjadi professor. Bahkan, Indonesia pernah memiliki satu
presiden perempuan yaitu Megawati Soekarnoputri. Tokoh pendidikan dari luar
negeri yang pertama adalah John Locke. Pemikirannya ialah bahwa pendidikan
harus mementingkan kecerdasan setiap individu dan tidak menerapkan hukuman setiap
kali anak melakukan kesalahan. Ia seringkali menemukan guru yang memberikan
hukuman semena-mena terhadap siswanya. Oleh sebab itu, pendidikan pada zaman
modern ini sudah tidak menggunakan kekerasan dan hukuman fisik namun lebih
terfokus pada upaya meningkatkan kualitas pengajaran demi kecerdasan peserta
didik. Yang kedua adalah Ibnu Sina. Serupa dengan Ki Hajar Dewantara, ia
menakankan pada pendidikan budi pekerti yang mana dapat dimanfaatkan dan
diterapkan di lingkungan masyarakat karena sejatinya manusia adalah mahluk yang
berguna bagi sesamanya.
Materi
ketujuh adalah pendidikan dalam berbagai lingkungan dan permasalahannya. Pada
materi ini, penting sekali bagi guru untuk memahami permasalahan siswa dari
berbagai lingkungan karena pendidikan tidak hanya terjadi di dalam kelas.
Pendidikan dimulai dari lingkungan keluarga. Apabila dalam lingkup keluarga
telah terjadi proses pendidikan yang maksimal, maka akan menjadi wadah atau
fondasi bagi siswa untuk mendapat pendidikan di lingkup yang lebih luas seperti
sekolah dan masyarakat. Sejatinya, karakter siswa terbentuk dari lingkungannya.
Apabila ia dikelilingi oleh lingkungan yang baik dan positif maka karakter dan
perilaku baik lah yang akan terbentuk dan tertanam. Sebaliknya apabila ia hidup
dan dibesarkan di lingkungan yang kurang baik dalam pendidikan karakter, maka
ia akan tumbuh bersama nilai yang berlaku di sekelilingnya. Dalam lingkungan
keluarga, kedua orang tua merupakan pendidik bagi si anak. Mereka akan
menanamkan nilai-nilai. Keluarga juga memiliki fungsi edukasi yaitu mendidik,
sosialisai seperti berinteraksi, fungsi proteksi atau perlindungan, fungsi
afeksi atau perasaan, fungsi religius, fungsi ekonomi yaitu memberikan nafkah
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang pada umumnya dipikul oleh kepala
keluarga, fungsi rekreasi, dan fungsi biologis. Pada umumnya, masyarakat akan
menilai seorang anak berdasarkan keluarganya. Apabila ia dilahirkan dan dirawat
oleh keluarga yang memiliki nilai yang baik, maka asumsi mereka ialah anak
tersebut juga baik. Hal ini terlihat pada kehidupan sehari-hari yang seringkali
membandingkan anak yang dibesarkan oleh keluarga yang utuh dan penuh kasih
sayang dengan anak yang kedua orang taunya bercerai dan kekurangan kasih
sayang. Anak yang kurang kasih sayang tersebut bisa saja mencari kesenangan
diluar rumah dan bisa saja melalui pergaluan bebas dan sejenisnya. Selanjutnya,
ibu dan ayah pun memiliki peranan yang berbeda. Ibu adalah sosok yang selalu
mengasihi anak-anaknya dengan kelembutan sedangkan ayah dengan kedisiplinan dan
ketegasannya. Pada pendidikan sekolah, anak mulai berinteraksi dengan anak
lainnya dan nilai yang ditanamkan di keluarga menjadi lebih universal. Hal
serupa terjadi pada lingkup masyarakat dimana tenggang rasa, saling menghormati
dan nilai yang telah didapat sebelumnya diterapkan pada lingkup ini.
Materi
yang kedelapan adalah perspektif pedagogik terhadap kebijakan pendidikan.
Dengan mempelajari undang-undang dan peraturan pemerintah tentang pendidik,
kita akan tahu apa saja yang terkandung dalam inti sistem pendidikan. Selain
itu, penting sekali bagi guru mengetahui deskripsi hak dan kewajibannya sebagai
seorang pendidik. Terkadang, guru hanya berasumsi menyampaikan materi namun
dalam UU Guru dan Dosen dijelaskan apa saja yang seharusnya dilakukan seperti
melakukan penelitian. Jarang sekali kita menemukan guru yang mengajar di
sekolah melakukan penelitian. Bahkan, untuk mengikuti pelatihan dan sebagainya
dilakukan guna memenuhi syarat sertifikasi dan kenaikan pangkat. Terhadap
kurikulum 2013, banyak sekali guru yang masih beleum menerima dan belum mengimplementasikannya
dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan oleh terbiasanya mereka
mengajar menggunakan KTSP. Padahal, jika mereka memahami unsur filosofi di
balik perubahan ini, mereka pasti akan mengusahakan yang terbaik sehubungan
dengan perkembangan zaman dan kebutuhan yang semakin menuntut.
Materi yang kesembilan adalah
perspektif Pedagogik tentang evaluasi pendidikan yang meliputi makna, tujuan,
materi essensial, jenis-jenis, dan prinsip-prinsip. Mengenai tiga tahapan
kewajiban yang harus dilakukan oleh guru yaitu merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi. Dalam merencanakan, guru harus menjabarkan tujuan yang diharapkan
dicapai oleh siswa. Selain itu, guru juga harus menentukan metode, cara, pendekatan,
serta media apa yang akan digunakan agar kegiatan pembelajaran dan pengajaran
bisa tercapai dengan baik. Pada tahap kedua, guru mengimplementasikan apa yang
telah ia rencanakan dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya, tahapan evaluasi pada
program yang sebelumnya dapat dijadikan sebagai antisipasi terhadap program
selanjutnya. Misalnya, apabila pada program sebelumnya ditemukan permasalahan
siswa yang tertidur di kelas, maka kita harus mencari tahu apa yang menyebabkan
hal itu seperti minimnya penggunaan media yang menarik sehingga siswa menjadi
bosan dan mengantuk. Jadi, penyelesaian untuk permasalahan ini adalah
pemanfaatan media yang menarik seperti video atau digital games. Ketika menjadi
seorang pendidik, kita harus memahami berbagai aspek tentang evaluasi karena
ini adalah tahap ketiga tugas dan kewajiban seorang guru. Evaluasi ialah sebuah
proses pengukuran dan penilaian yang dilakukan pada setiap akhir program atau
periode. Evaluasi secara umum bertujuan memberikan informasi dan masukan
tentang keberhasilan suatu program, apa yang sudah dicapai, apa yang belum
dicapai, dll. Sehingga, data yang diperoleh dapat membantu memetakan rencana
pada program yang selanjutnya agak lebih berhasil dan memberikan klarifikasi
tentang sifat hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan. Terdapat 4 jenis evaluasi pendidikan. Yang
pertama adalah placement test atau tes penempatan yang bertujuan memetakan
siswa atau mengelompokkan siswa berdasarkan kategori. Yang kedua adalah tes
formatif yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana progress dari sebuah
program telah berlangsung. Yang ketiga adalah diagnostik yang dilaksanakan guna
mengetahui atau mendiagnosis kelebihan dan kelemahan siswa. Yang terakhir
adalah tes sumatif yang tujuannya serupa dengan tes formatif namun sumatif
dillaksanakan pada akhir program. Selanjutnya adalah prinsip pedagogik dalam
evaluasi pendidikan. Yaitu prinsip
keseluruhan (comprehensive) yang mana evaluasi harus dilakukan secara
menyeluruh, prinsip kesinambungan yang diterapkan dari waktu ke waktu, dan
prinsip objektifitas yang mengabaikan unsur subjektifitas. Ada 2 faktor yang
menghubungkan antara evaluasi pendidikan dan prinsip pedagogik. Yang pertama
adalah unsur internal yang meliputi faktor jasmani seperti kesahatan dan
disabilitas, psikologis seperti intelegensi, minat, bakat, motif, kematangan,
dan kesiapan, serta faktor kelelahan jasmani dan rohani. Faktor ekternal
dipengaruhi oleh ketiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Materi
yang kesepuluh adalah perspektif pedagogik tentang penelitian pendidikan. Penelitian
marak dilakukan oleh dosen dan mahasiwa. Namun, pada dasarnya, semua pihak yang
berperan dalam bidang pendidikan seharusnya melakukan penelitian dengan tujuan
menyelesaikan permasalahan. Selain itu, dengan melakukan penelitian, kita bisa
meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran. Penelitian terbagi menjadi 2
yaitu kualitatif dan kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, pendekatan yang
diterapkan adalah deduktif-induktif dengan data yang diperoleh dan dianalisis
secara subjektif. Penelitian ini dimulai dari grand theory atau kerangka teori, previous study atau penelitian terdahulu, dan pengalaman peneliti
berdasarkan keadaan yang real. Setelah itu, peneliti mencari celah dari teori
dan penelitian terdahulu yang kemudian diarahkan menjadi pertanyaan penelitian.
Hasil penelitian yang diperoleh dapat kita jadikan sebagai pengembangan teori
yang sudah ada. Data yang diperoleh berupa kata-kata atau deskripsi. Dalam kualitatif,
subjek penelitian diperbolehkan dalam skala kecil. Sebaliknya, penelitian
kuantitatif mendeskripsikan tentang hubungan sebab akibat. Penelitian
kuantitatif bertujuan untuk mengungkapkan gejala melalui pendekatan induktif. Berbeda
dengan kualitatif, kuantitatif bertujuan untuk menguji teori dan menjelaskan
hubungan antar variabel. Data yang diperoleh berupa angka numerik. Berkaitan
dengan subjek penelitian, semakin besar skala atau semakin banyak subjek yang
berpartisipasi, maka hasil yang diperoleh semakin valid. Lalu, hasil tersebut
digeneralisasikan karena setiap sampel mewakili kelompoknya masing-masing. Dengan
melakukan salah satu atau kedua penelitian tersebut, maka kita akan menemukan
dan meyelesaikan permasalahan yang berbeda. Misalnya siswa yang nilainya
dibawah KKM. Maka kita bisa meneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengimplementasikan
media atau metode yang berbeda. Untuk penelitian kuantitatif, kita bisa
mengukur perkembangan siswa sejak sebelum dan sesudah pengimplementasian media
atau metode yang baru tersebut.
Materi
kesebelas adalah implikasi landasan pedagogik dalam praktek pendidikan sesuai
bidang studi. Sebagai tenaga pendidik, landasan padagogik sangat berperan
penting dalam penyusunan rancangan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Hal
ini berhubungan dengan kurikulum dan silabus khususnya pada kurikulum 2013 yang
sudah memasukkan KI 1 dan 2 sebagai fondasi pendidikan karakter peserta didik.
Dalm pelaksanaan dan pembelajaran di sekolah, hal ini dapat diimplikasikan
ketika kita berinteraksi dengan siswa. Pada sesi diskusi, timbul pertanyaan
tentang anak yang merundung dan dirundung. Melalui landasan pedagogik, fokus
kita taidak hanya tertuju pada siswa yang dirundung dan menyuruhnya membalas.
Namun, masalah ini timbul karena ada siswa yang merundung. Pertama, kita harus
mengatasi masalah pada si perundung dengan memberikan pengertian dan dampak
yang ditimbulkan. Oleh sebab itu, implikasi landasan pedagogik dapat terlihat
ketika seorang pendidik dihadapkan dengan masalah yang mana penyebabnya tidak
langsung seperti kasus perundungan tersebut.
Daftar
Pustaka
Hamied,
F. A dan Kurniawan, E. 2017. Filsafat Ilmu. Rujukan Bagi Para Cendekiawan.
Sadulloh, Uyoh, dkk. 2017. Pedagogik.
Bandung. Alfabeta.
Comments
Post a Comment